Dilema Dunia Kelam Para BeliaSebut saja Yeni, yang pada 2005 berusia 11 tahun. Yeni harus menjalani kepahitan hidup dan keindahan masa remajanya sirna. Saat itu ia dipaksa menikah dini, dan rumah tangganya hanya bertahan empat bulan. Setelah menjanda, ia didekati tetangganya, Kiki, mucikari spesialis anak-anak belasan tahun di dunia hiburan dan karaoke. Dia manut saja dibujuk Kiki, yang dianggap seperti bibinya, ikut ke Jakarta dan dijanjikan bekerja di konfeksinya. "Apalagi ayah-ibu saya berutang dengannya," ucapnya lugu.
Lain lagi Derbie (bukan nama sebenarnya), 15 tahun. Siswi SMP swasta ternama di kawasan Kebayoran ini menikmati profesi barunya: berteman sekaligus berkencan dengan pria seumur ayahnya. Awalnya, Derbie terjerat bukan karena materi. Ia mengaku suka difoto ala remaja gaul bergaya narsis. Tidak sengaja di Internet ia menemukan alamat situs yang memberikan tempat untuk unjuk diri blakblakan dalam soal gaya dan penampilan.
"Waktu ditantang kesempatan berfoto rada porno sedikit tidak masalah, yang penting hasilnya keren. Eh, fotoku laku. Kata si pengelola situs, banyak yang suka dan berminat. Awalnya cuma suruh datang ketemu, lama-lama mereka yang ngajak bertemu, nantang kencan, ya, udah jalanin aja sampai sekarang," ia mengungkapkan dengan enteng.
Yeni dan Derbie adalah temuan yang dipaparkan Ahmat Sofian, Koordinator Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, di acara seminar terbatas perdagangan anak yang diadakan The Body Shop Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut Sofian, lembaganya menjadi bagian The ECPAT atau konsorsium global untuk perlindungan anak terhadap eksploitasi seksual di seluruh dunia. "Kalau melihat data terakhir, perkembangan perdagangan anak, khususnya tentang eksploitasi seks anak dan remaja (ESKA), sangat mengkhawatirkan," katanya. Hingga kini ESKA menjadi persoalan yang sangat memprihatinkan, namun belum dapat terselesaikan. Padahal, diduga ada sekitar 150 ribu anak yang mengalami eksploitasi seksual setiap tahun.
"Namun, pemerintah belum ada perhatian khusus dan belum ada analisis situasi ESKA terbaru di Tanah Air," ucapnya prihatin. Yang terjadi adalah dari waktu ke waktu angkanya meningkat tinggi. Apalagi berdasarkan temuan di lapangan, penyebab ESKA tinggi karena permintaan jasa eksplorasi seks anak dan remaja tinggi. "Di dunia ini, kebanyakan sekarang peminatnya anak-anak dan remaja. Karena permintaan besar, masalah ini tidak pernah terselesaikan," tuturnya.
Hasil penelitian terbaru lembaganya menunjukkan bahwa penyebabnya bukan lagi semata kemiskinan atau kecelakaan seperti yang sudah-sudah. "Cerita Derbie adalah contoh kalangan menengah ke atas yang menurut mereka kini menjadi gaya hidup. Katanya kuno, kalau tidak ikut ambil bagian seperti teman lainnya." Kasus Derbie adalah dampak dari kemajuan teknologi yang tidak lagi memberikan batasan yang jujur dan cenderung memberikan jebakan bagi mereka yang masih lugu.
Suzy Hutomo, CEO The Body Shop Indonesia, yang giat melakukan kampanye stop perdagangan dan eksploitasi seksual anak, mengaku prihatin. Dia miris, apalagi perdagangan anak-anak dan remaja menjadi bisnis pesta serta tumbuh dengan subur. Dari data, di seluruh dunia tercatat 1,8 juta anak menjadi budak perdagangan seks per tahun. "Komitmen kami menyelamatkan masa depan anak-anak dan remaja dari dilema ini. Tahun ini kami aktif berkampanye Stop Sex Trafficking of Children and Young People di seluruh dunia."
Psikolog anak Seto Mulyadi mengatakan dilema masalah ini seperti mengurai benang kusut. Merujuk pada fakta tingginya permintaan eksploitasi seks anak dan remaja, ternyata belum mendapatkan dukungan holistik. Kalaupun ada, perjuangan baru sebatas sporadis dari lembaga-lembaga tertentu, bukan sinergi bersama. Mengenai pemicu yang terjadi di kalangan menengah ke atas sebagai tren atau gaya hidup, hal itu, menurut dia, akibat keleluasaan pengaruh kemajuan teknologi.
"Internet seperti televisi, yang merupakan media terbuka yang bisa memberikan informasi apa saja. Kalau tidak mendapat pendampingan atau arahan yang tepat, akibatnya kebablasan. Maklumlah, usia mereka labil," ujarnya.
Adapun Sofyan menyarankan kampanye di sekolah dan luar sekolah perlu digalakkan supaya anak serta remaja tidak terjebak pelacuran terselubung. "Bila perlu, kampanye ini dibuat seperti memerangi bahaya narkoba dan HIV/AIDS secara luas," katanya bernada geram. Dia pun meminta pemberian sanksi hukum bagi pegiat seks anak dan menjadikan transaksi seksual sebagai tindakan pidana bagi pelakunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar